Menilik Akurasi AMDAL PLTP Sarulla
Catatan : M.Simamora
(Wartawan Nasional Pos Taput)
Perjanjian bilateral Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) resmi ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Salah satu isinya adalah rencana pelaksanaan proyek PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi/Geothermal) Sarulla dengan kapasitas 330 MW senilai US$ 600 juta.
Semula, proyek ini sudah digarap PT Union Oil California (Unocal North Sumatera Geothermal) dengan kontrak operasi bersama PT Pertamina dan PT PLN. Namun setelah September 1994 sempat eksplorasi dengan 9 buah sumur, namun proyek ini terhenti.
Proyek itu dibeli kembali oleh pihak PLN pada 2003 dan dilelang kembali. Konsorsium PT Medco Energi Internasional (62,5%) Itochu Corp. Jepang (25%) dan Ormat Technologies, Inc. AS (12,5%), akhirnya memenangkan proyek PLTP Sarulla dengan harga jual listrik ke PT PLN sebesar US$0,0468 per kWh. Penetapan konsorsium Medco, Ormat, dan Itochu tersebut tertuang dalam letter of intent (LoI) yang ditandatangani 25 Juli 2005. Selanjutnya, LoI tersebut akan dimatangkan menjadi kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) selama 30 tahun sesuai dengan keputusan Kementerian Negara BUMN, (27/11/06).
Dari pengalaman kejadian pada proyek-proyek geothermal di Indonesia bahwa Akurasi Penilaian dan pengawasan Amdal terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan dari proyek geothermal oleh pihak pemerintah maupun pihak investor masih lemah. Sehingga timbullah berbagai bencana dan masyarakat yang menjadi korban. Persoalannya adalah apakah hasil penelitian Amdal atas PLTP Sarulla bisa dipertanggungjawabkan dan sudah benar- Benar matang ???
Seperti contoh kasus yang terjadi pada proyek PLTP Dieng-Bedugul di Bali. Pada 30 Juni 2007 lalu, salah satu pipa PLTP Dieng di Desa Karangtengah, meledak mengakibatkan 17 orang mengalami luka bakar serius, dan warga sekitar mengalami gangguan sesak napas. Manajer Pelayanan Umum PT Geodipa Energy Dieng Agus Purnomo mengatakan bahwa pipa dengan diameter 36 cm yang berisi air mendidih dengan suhu sekitar 100 derajat Celsius meledak begitu saja.
Hutan di Dieng yang dulunya lebat, kini gundul setelah geothermal beroperasi lebih dari 20 tahun. Selanjutnya hutan gundul itu oleh penduduk ditanami kentang dan sayuran. Pada musim hujan, areal tanaman kentang di daerah perbukitan itu rawan longsor.
Pansus DPRD Bali mengakui, proyek geothermal Dieng yang beroperasi sejak 1974 menghasilkan panas bumi untuk listrik. Tetapi ada fakta hutan gundul dan tiga danau mengering. Mereka tidak menginginkan danau di Bedugul kering lantaran geothermal.
Pengalaman ini dapat dikaji guna mengambil langkah antisipasi dampak negatif (AMDAL) penting yang dapat ditimbulkan dari kegiatan pembangunan PLTP Sarulla, antara lain menurunnya kualitas udara, meningkatnya bising dan getaran, menurunnya sifat fisik dan kimia tanah, menurunnya stabilitas tanah, meningkatnya erosi dan sedimentasi, dan terjadinya bahaya longsoran. Di samping itu, terjadinya bahaya amblesan, menurunnya potensi dan kualitas air danau, air tanah, dan mata air, terjadinya perubahan tata guna lahan dan hutan, menurunnya kelimpahan dan keanekaragaman flora dan fauna, dan menurunnya nilai kesakralan kawasan hulu juga dianggap merupakan dampak negatif penting yang mesti ditanggulangi. Dampak negatif lainnya adalah timbulnya keresahan masyarakat, gangguan kamtibmas, menurunnya kesehatan masyarakat, kecelakaan kerja, dan gangguan transportasi.
Dari berbagai dampak negatif yang dapat ditimbulkan, terdapat berbagai teknologi pengelolaan dampak lingkungan yang bisa digunakan. Sementara itu, terdapat 2 jenis dampak yang sulit dikelola yaitu terjadinya amblesan dan menurunnya kelimpahan dan keanekaragaman flora. Di sisi lain, dampak negatif yang jumlahnya mencapai 15 item masih bisa dikendalikan melalui upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Misalnya saja untuk mengatasi penurunan kualitas udara akibat gas H2S (belerang), peralatan separator, scrubber (alat pemurnian uap), dan turbin steam exhaust dapat diefektifkan.
Memang positifnya terdapat tiga dampak penting yang bisa diperoleh melalui pembangunan PLTP ini. Yakni meningkatnya pendapatan pemerintah, timbulnya peluang kerja, dan berkembangnya ekonomi baru. Dilihat dari sisi pendapatan pemerintah daerah dan pusat, akan banyak pemasukan berupa pajak maupun penerimaan negara yang berasal dari pertambangan panas bumi bisa diperoleh. Sedangkan dilihat dari peluang kerja, terbuka kesempatan kerja bagi sekitar 800 - 1.000 orang pada konstruksi dan sekitar 500 orang pada tahap operasional. Selain itu adanya PLTP ini juga akan meningkatkan keandalan listrik di Sumatera Utara karena kapasitas PLTP ini cukup besar, yaitu 330 MW.
Dengan demikian dalam AMDAL PLTP Sarulla harus benar-benar serius dipertimbangkan baik oleh pemerintah, swasta (investor) dan masyarakat dengan serius. Hal yang perlu pertimbangan dalam mengakurasir Amdal PLTP Sarulla diantaranya yakni :
1. Partisipasi masyarakat. Salah satu prasyarat utama dalam mewujudkan partisipasi itu adalah adanya keterbukaan dan transparansi. Unsur utama yang memungkinkan partisipasi dapat terjadi, yakni Hak untuk mengetahui, Hak untuk memikirkan, Hak untuk menyatakan pendapat, Hak untuk mempengaruhi pengambilan keputusan, Hak untuk mengawasi pelaksanaan keputusan.
2. Mengubah paradigma klasik dimana Pemerintah maupun swasta (investor) menggunakan pola partisipasi semu dengan memobilisasi masyarakat untuk menjetujui tanpa terlebih dahulu ada informasi yang benar dan faktual kepada publik.
Jadi, setiap kebijakan negara baik yang dikeluarkan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah haruslah melalui sebuah mekanisme yang melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat. Yang perlu dicermati adalah bahwa partisipasi tersebut tidak dapat timbul hanya karena adanya elemen masyarakat yang dimobilisasi dan tercatat di daftar hadir sehingga membuat penguasa mengklaim telah mendapatkan legitimasi untuk mengeluarkan sebuah keputusan.
Proyek PLTP Sarulla memang sudah mendapat dukungan dari pemerintah RI dan Jepang. Kita jangan hanya melihat keuntungan pendapatan daerah, namun juga segi keberlanjutan lingkungan hidup patut menjadi perhatian. Pihak yang langsung berhadapan dengan segala resikonya adalah masyarakat di sekitar Sarulla. Belajar dari Bali , masyarakat dan pemerintah Taput sebaiknya juga benar-benar memahami imbas proyek geothermal pada hajat hidup orang banyak.
Dalam hal ini Studi banding penting dilakukan oleh Pemkab Taput pada proyek-proyek geothermal yang telah terlaksana di Indonesia, mencermati dampaknya hingga 30 tahun mendatang. Semua pihak yang peduli pada keberlangsungan alam dan lingkungan hidup di Taput agar melakukan kajian yang komprehensif untuk memahami makhluk seperti apa PLTP Sarulla. Masyarakat harus mengetahui dampak positif dan negatif dari proyek ini, dan mengambil sikap untuk menyelamatkan Bonapasogit.
(Berbagai Referensi)
(Wartawan Nasional Pos Taput)
Perjanjian bilateral Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) resmi ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Salah satu isinya adalah rencana pelaksanaan proyek PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi/Geothermal) Sarulla dengan kapasitas 330 MW senilai US$ 600 juta.
Semula, proyek ini sudah digarap PT Union Oil California (Unocal North Sumatera Geothermal) dengan kontrak operasi bersama PT Pertamina dan PT PLN. Namun setelah September 1994 sempat eksplorasi dengan 9 buah sumur, namun proyek ini terhenti.
Proyek itu dibeli kembali oleh pihak PLN pada 2003 dan dilelang kembali. Konsorsium PT Medco Energi Internasional (62,5%) Itochu Corp. Jepang (25%) dan Ormat Technologies, Inc. AS (12,5%), akhirnya memenangkan proyek PLTP Sarulla dengan harga jual listrik ke PT PLN sebesar US$0,0468 per kWh. Penetapan konsorsium Medco, Ormat, dan Itochu tersebut tertuang dalam letter of intent (LoI) yang ditandatangani 25 Juli 2005. Selanjutnya, LoI tersebut akan dimatangkan menjadi kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) selama 30 tahun sesuai dengan keputusan Kementerian Negara BUMN, (27/11/06).
Dari pengalaman kejadian pada proyek-proyek geothermal di Indonesia bahwa Akurasi Penilaian dan pengawasan Amdal terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan dari proyek geothermal oleh pihak pemerintah maupun pihak investor masih lemah. Sehingga timbullah berbagai bencana dan masyarakat yang menjadi korban. Persoalannya adalah apakah hasil penelitian Amdal atas PLTP Sarulla bisa dipertanggungjawabkan dan sudah benar- Benar matang ???
Seperti contoh kasus yang terjadi pada proyek PLTP Dieng-Bedugul di Bali. Pada 30 Juni 2007 lalu, salah satu pipa PLTP Dieng di Desa Karangtengah, meledak mengakibatkan 17 orang mengalami luka bakar serius, dan warga sekitar mengalami gangguan sesak napas. Manajer Pelayanan Umum PT Geodipa Energy Dieng Agus Purnomo mengatakan bahwa pipa dengan diameter 36 cm yang berisi air mendidih dengan suhu sekitar 100 derajat Celsius meledak begitu saja.
Hutan di Dieng yang dulunya lebat, kini gundul setelah geothermal beroperasi lebih dari 20 tahun. Selanjutnya hutan gundul itu oleh penduduk ditanami kentang dan sayuran. Pada musim hujan, areal tanaman kentang di daerah perbukitan itu rawan longsor.
Pansus DPRD Bali mengakui, proyek geothermal Dieng yang beroperasi sejak 1974 menghasilkan panas bumi untuk listrik. Tetapi ada fakta hutan gundul dan tiga danau mengering. Mereka tidak menginginkan danau di Bedugul kering lantaran geothermal.
Pengalaman ini dapat dikaji guna mengambil langkah antisipasi dampak negatif (AMDAL) penting yang dapat ditimbulkan dari kegiatan pembangunan PLTP Sarulla, antara lain menurunnya kualitas udara, meningkatnya bising dan getaran, menurunnya sifat fisik dan kimia tanah, menurunnya stabilitas tanah, meningkatnya erosi dan sedimentasi, dan terja
Simpan Sekarang
Dari berbagai dampak negatif yang dapat ditimbulkan, terdapat berbagai teknologi pengelolaan dampak lingkungan yang bisa digunakan. Sementara itu, terdapat 2 jenis dampak yang sulit dikelola yaitu terjadinya amblesan dan menurunnya kelimpahan dan keanekaragaman flora. Di sisi lain, dampak negatif yang jumlahnya mencapai 15 item masih bisa dikendalikan melalui upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Misalnya saja untuk mengatasi penurunan kualitas udara akibat gas H2S (belerang), peralatan separator, scrubber (alat pemurnian uap), dan turbin steam exhaust dapat diefektifkan.
Memang positifnya terdapat tiga dampak penting yang bisa diperoleh melalui pembangunan PLTP ini. Yakni meningkatnya pendapatan pemerintah, timbulnya peluang kerja, dan berkembangnya ekonomi baru. Dilihat dari sisi pendapatan pemerintah daerah dan pusat, akan banyak pemasukan berupa pajak maupun penerimaan negara yang berasal dari pertambangan panas bumi bisa diperoleh. Sedangkan dilihat dari peluang kerja, terbuka kesempatan kerja bagi sekitar 800 - 1.000 orang pada konstruksi dan sekitar 500 orang pada tahap operasional. Selain itu adanya PLTP ini juga akan meningkatkan keandalan listrik di Sumatera Utara karena kapasitas PLTP ini cukup besar, yaitu 330 MW.
Dengan demikian dalam AMDAL PLTP Sarulla harus benar-benar serius dipertimbangkan baik oleh pemerintah, swasta (investor) dan masyarakat dengan serius. Hal yang perlu pertimbangan dalam mengakurasir Amdal PLTP Sarulla diantaranya yakni :
1. Partisipasi masyarakat. Salah satu prasyarat utama dalam mewujudkan partisipasi itu adalah adanya keterbukaan dan transparansi. Unsur utama yang memungkinkan partisipasi dapat terjadi, yakni Hak untuk mengetahui, Hak untuk memikirkan, Hak untuk menyatakan pendapat, Hak untuk mempengaruhi pengambilan keputusan, Hak untuk mengawasi pelaksanaan keputusan.
2. Mengubah paradigma klasik dimana Pemerintah maupun swasta (investor) menggunakan pola partisipasi semu dengan memobilisasi masyarakat untuk menjetujui tanpa terlebih dahulu ada informasi yang benar dan faktual kepada publik.
Jadi, setiap kebijakan negara baik yang dikeluarkan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah haruslah melalui sebuah mekanisme yang melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat. Yang perlu dicermati adalah bahwa partisipasi tersebut tidak dapat timbul hanya karena adanya elemen masyarakat yang dimobilisasi dan tercatat di daftar hadir sehingga membuat penguasa mengklaim telah mendapatkan legitimasi untuk mengeluarkan sebuah keputusan.
Proyek PLTP Sarulla memang sudah mendapat dukungan dari pemerintah RI dan Jepang. Kita jangan hanya melihat keuntungan pendapatan daerah, namun juga segi keberlanjutan lingkungan hidup patut menjadi perhatian. Pihak yang langsung berhadapan dengan segala resikonya adalah masyarakat di sekitar Sarulla. Belajar dari Bali , masyarakat dan pemerintah Taput sebaiknya juga benar-benar memahami imbas proyek geothermal pada hajat hidup orang banyak.
Dalam hal ini Studi banding penting dilakukan oleh Pemkab Taput pada proyek-proyek geothermal yang telah terlaksana di Indonesia, mencermati dampaknya hingga 30 tahun mendatang. Semua pihak yang peduli pada keberlangsungan alam dan lingkungan hidup di Taput agar melakukan kajian yang komprehensif untuk memahami makhluk seperti apa PLTP Sarulla. Masyarakat harus mengetahui dampak positif dan negatif dari proyek ini, dan mengambil sikap untuk menyelamatkan Bonapasogit.
(Berbagai Referensi)
Sangat setuju dengan peringatan oleh pak Simamora. Salah satu alat (tool) yang efektif untuk memastikan proses dilakukan dengan benar, bahwa semua dampak dikaji sedalam mungkin dan bahwa semua potensi bahaya (hazard) telah diidentifikasi + antisipasi adalah dengan memastikan bahwa perusahaan ini telah menjalankan operasinya dengan berpedoman kepada ISO 9001:2000 untuk QMS (Quality Management System), ISO 14001 untuk EMS (Environment Management Standard) dan ISO 18001 untuk Health & Safety Standard. System ini akan memerluka syarat2 yang WAJIB dipenuhi pengguna (perusahaan) guna mendapatkan sertifikasi ketiga standard dimaksud. Guna memastikan kesahihan data / bukti yang diperlukan untuk sertifikasi maka audit akan dilakukan oleh 3rd party atau oleh certifier.
BalasHapusSemoga bermanfaat.
Salam/Thurman Simanjuntak, Thailand